A.
Hubungan Interpersonal
1.
Model-model Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal mempunyai 4 model yang diantaranya
meliputi :
a.
Model pertukaran sosial (social exchange model).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi
dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi
kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran
(akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran
dikurangi biaya).
b.
Model peranan (role model).
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara.
Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat.
Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan
(role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role
skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada
kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan
peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu
ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
c.
Model permainan (games people play model).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model
ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam
bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3
bagian yaitu :
a)
Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang
merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap
sebagi orang tua).
b)
Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian
yang mengolah informasi secara rasional).
c)
Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari
perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi,
spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
d)
4.
Model Interaksional (interacsional model).
e)
Model ini memandang hubungann interpersonal
sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan
medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan
permainan.
2.
Memulai hubungan
Pembentukan kesan dan ketertarikan interpersonal dalam
memulai hubungan:
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan.
Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase
pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak
untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha
menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka
merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap
ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat
tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan
dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
1) informasi
demografis
2) perilaku pada
masa lalu
3) sikap dan
pendapat (tentang orang atau objek)
4) orang lain
5) rencana yang akan
datang
6) hobi dan minat
7) kepribadian
Proses pembentukan kesan :
1. Stereotyping
Seorang guru ketika menghadapi murid-muridnya yang bermacam-macam,
ia akan mengelompokkan mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, bodoh,
cantik, jelek, rajin, atau malas. Penggunaan konsep ini menyederhanakan bergitu
banyak stimuli yang diterimanya. Tetapi, begitu anak-anak ini diberi kategori
cerdas, persepsi guru terhadapnya akan konsisten. Semua sifat anak cerdas akan
dikenakan kepada mereka. Inilah yang disebut stereotyping.
Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy effect
dan halo effect yang sudah kita jelaskan dimuka. Primacy effect secara sederhana
menunjukkan bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah yang
menentukan kategori. Begitu pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah kita
senangi telah mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu
sudah disimpan semua sifat yang baik.
2. Implicit
Personality Theory
Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep “makanan”
mengelompokkan donat, pisang, nasi, dan biscuit dalam kategori yang sama.
Konsep “bersahabat” meliputi konsep-konsep raman, suka menolong, toleran, tidak
mencemooh dan sebagainya. Disini kita mempunya asumsi bahwa orang ramah pasti
suka menolong, toleran, dan tidak akan mencemooh kita. Setiap orang mempunyai
konsepsi tersendiri tentang sifat-sifat apa yang berkaitan dengan sifat-sifat
apa. Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika membuat kesan
tentang orang lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu disebut
implicit personality theory. Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua psikolog,
amatir, lengkap dengan berbagi teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan
pembantu anda sedang bersembahyang, anda menduga ia pasti jujur, saleh,
bermoral tinggi. Teori anda belum tentu benar, sebab ada pengunjung masjid atau
gereja yang tidak saleh dan tidak bermoral.
3. Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan
Byrne, 1979:56). Atribusi boleh juga ditujukan pada diri sendiri (self
attribution), tetapi di sini kita hanya membicarakan atribusi pada orang lain.
Atribusi merupakan masalah yang cukup poupuler pada dasawarsa terakhir di
kalangan psikologi sosial, dan agak menggeser fokus pembentukan dan perubahan
sikap. Secar garis besar ada dua macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi
kejujuran.
Fritz Heider (1958) adalah yang pertama menelaah atribusi
kausalitas. Menurut Heider, bila kita mengamati perilaku sosial, pertama-tama
kita menentukan dahulu apa yang menyebabkannya; factor situasional atau
personal; dalam teori atribusi lazim disebut kausalitas eksternal dan
kausalitas internal (Jones dan Nisbett, 1972).
Sekarang bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa persona
stimuli jujur atau munafik (atribusi kejujuran-attribution of honesty)? Menurut
Robert A. Baron dan Donn Byrne (1979:70-71), kita akan memperhatikan dua hal:
(1) sejauh mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat yang popular dan
diterima orang, (2) sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari kita
dengan pernyataan itu.
3.
Hubungan Peran
Dalam suatu hubungan juga perlu adanya companionate love,
passionate love dan intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di
dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di
dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan
berjalan dengan langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak
merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah
hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan
yang harmonis dan langgeng.
Komunikasi yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan
saling terbuka pun menjadi modal yang cukup untuk membina hubungan yang
harmonis. Maka jangan kaget apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak
berjalan dengan mulus atau selalu terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam
bubar atau hancur. Tentu saja itu akan menyakitkan hati kita dan setiap
pasangan di dunia ini pun tidak pernah menginginkan hal berikut.
4.
Intimasi dan Hubungan Pribadi
Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain
yaitu :
a) Shadily dan
Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan
oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan (Prager,
1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang
untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c) Steinberg (1993)
berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara
dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk
memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif
serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger &
Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang
dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya
saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan
dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih
bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater (1983)
mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat
informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan
yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling
berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini
membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang
dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat
terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan
menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan
Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
2. Cinta dan Perkawinan
A. Memilih Pasangan
Memilih pasangan hidup yang tepat merupakan salah satu hal
terpenting dalam hidup, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan berbagai
faktor kriteria pemilihan harus dihitung secara matang-matang, menikah bukan
sekedar hubungan di ranjang saja tapi lebih komplek tentang bagaimana anda
mempertangung jawabkan nasib keluarga anda.Ketika seseorang memutuskan ingin
menikah, pasti bermimpi akan melangsungkanya sekali seumur hidup, dan akan
selalu bersama dengan orang tersebut yang telah menjadi pilihannya.
Masa pacaran, salah satu upaya untuk menemukan pasangan
hidup yang tepat. Pacaran yang baik itu tidak melakukan apa saja yang hanya
boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah sebelum mereka minikah.
Melakukan tindakan yang tidak semestinya justru akan berdampak buruk pada
hubungan kalian nantinya.
Berikut beberapa patokan yang bisa anda terapkan untuk
memilih calon pasangan hidup yang baik :
1. Saling Jujur.
Tidak ada satu orang pun yang senang dibohongi. Jadi
pilihlah seseorang yang bisa dipegang kata-katanya. Anda akan dibuat pusing
bukan main jika seseorang anda pilih adalah orang yang tidak jujur dan bahkan
akan berpengaruh pada kesetiaannya.
2. Cinta dan
Kesetiaan.
Seseorang yang setia akan selalu mencintai dan menyayangi
anda, selalu berada mendampingi anda kondisi apapun. Cinta menjadi hal yang
sangat penting, karena cinta adalah modal dasar dari sebuah hubungan suami
istri yang baik.
3. Penampilan
Menarik.
Carilah seseorang yang dari ciri fisik anda suka, menarik
tidak harus selalu cantik, tampan, seksi, manis dan sebagainya, tapi yang tidak
membuat anda membencinya ketika anda melihatnya. Coba anda amati untuk beberapa
saat kedepan, apakah seseorang tersebut dapat membuat anda bhagia saat
memandang wajahnya?. Atau tidak?, simak cara make up yang natural.
4. Taat Ibadah.
Sangat penting bagi
masa depan keluarga anda, ketika nantinya anda sudah dikaruniai buah hati.
Dengan kolaborasi anda dan pasangan anda sebagai pasangan yang taat beribadah
tentu berharap untuk dapat mendidik anak-anak anda dengan baik, adakah orang
tua yang ingin putra-putri mereka menjadi insan yang tidak baik dan lalai
beribadah?. Tentu tidak. Jadi pilihlah seseorang yang taat beribadah yang bisa
mempengaruhi anda dan keluarga anda nantinya untuk beribadah lebih baik lagi.
5. Pandai atau
Pintar.
Carilah seseorang pintar yang mampu memanejemen keluarga
anda dengan baik nantinya. Seseorang pintar akan pandai menempatkan posisi
dirinya di keluarga dan selalu tanggap dengan keadaan anda, ketika anda
memerlukan sedikit bantuan maka dia akan datang menawarkan diri ntuk membantu.
Jadi anda tidak akan di buat repot dengan kehadirannya, dan akan semakin nyaman
dengan kehidupan berumah tangga anda.
6. Tidak
Materialistis.
Sebanyak apapun uang yang anda dan pasangan anda dapatkan,
tidak akan cukup bila harus menghidupi kehidupan rumah tangga anda dimana ada
salah satu dari anda dan/atau pasangan anda yang materialistis. Apabila anda
dan/atau pasangan anda tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan dari si
materialistis, bisa-bisa rumah tangga anda akan berantakan dan di tinggalkan.
7. Emosi Stabil
Rendah.
Seseorang yang murah senyum, lemah lembut, tidak suka marah
dan tidak mudah stres menghadapi problema dan dinamika hidup akan menjadi
pasangan yang baik. Sebelum memutuskan untuk menikah, sebaiknya anda amati
calon pilihan anda selama masa pacaran, tentang emosi, sikap dan perilakunya.
Jika calon pilihan anda tersebut gampang sekali untuk marah bahkan sampi
meledak-ledak dan tidak bisa diredam sebaiknya tinggalkan saja.
8. Dapat Menghibur.
Pasangan yang baik adalah seseorang yang bisa menghibur anda
di saat suka dan duka dalam berbagai kondisi baik terhadap pasangan merka
maupun terhadap anak-anak mereka.
9. Sehat Jasmani
Dan Rohani.
Pilihlah seseorang yang sehat dari segi fisik dan mental,
pilih yang sehat, cerah, gesit, kuat, dan tidak mudah sakit. Dari segi
kesuburan pun juga penting jika anda ingin memiliki keturunan, jika belum yakin
maka sebaiknya anda melakukan pemeriksaan kesehatan berdua saat pranikah.
Perhatikan pula keluarganya apakah ada yang memiliki riwayat penyakit yang
dapat menurun dan bisa berakibat fatal, terkadang suatu penyakit dapat
diturunkan ke anak atau cucu.
10. Dapat Dikontrol Dan Mengontrol.
Saat calon pasangan anda melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan apa yang anda inginkan, katakan dengan baik tanpa emosi. Katakan bahwa
dia bisa melakukan apa yang anda inginkan dan ungkapkan juga alasannya. Begitu
pula sebaliknya, dia pun bisa melakukan hal yang sama. Tentu saja hal ini
diperlukan adanya kesamaan tingkatan atau derajat dimana masing-masing pasangan
sama-sama dalam satu team kepemimpinan yang solid. Untuk mendapatkan seseorang
dengan tipe ini, biasanya usianya tidak terpaut jauh dengan anda dan
kepintarannya pun hampir sama dengan anda.
11. Persetujuan Orang Tua, Keluarga, Teman dan Sebagainya.
Saat ingin memutuskan menikah, sudah pasti harus ada
dukungan dari orang-orang disekitar anda, seperti orang tua, mertua, teman,
kerabat, saudara, teman, tetangga, teman kantor dan lain-lain. Pernikahan yang
emosional tanpa dukungan orang dekat dapat berdampak buruk bagi hubungan di
masa mendatang. Yang jelas jika belum mendapat persetujuan, anda harus dapat
berbicara dengan baik untuk membela argumentasi anda.
B. Hubungan dalam
Perkawinan
Pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan
juga marriage and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada
lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan
bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari
satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak
memiliki patokan batas waktu yang pasti.
Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain,
memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan
pasangan dapat saling merasakannya.
· Tahap
pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan.
Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam
situasi romantis dan penuh cinta.
· Tahap kedua
: Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami
istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan,
berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari
pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang
memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke
pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing.
Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak
tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah
dengan pasangannya.
· Tahap ketiga
: Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang
sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk
meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua
atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
· Tahap
keempat : Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah
laku yang berkenan di hati pasangannya.
Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda.
Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda
dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan
pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk
mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
· Tahap kelima
: Real Love. “Anda berdua akan kembali
dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan
dengan pasangan,” ujar Dawn.
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh
pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu
sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai
realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan
jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa
terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan
hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit
memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap
perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda
berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga
anak.
Ketika pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali
bersikap kurang baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan
sekali-kali berfikir bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal ketika suatu
hari merasa sedikit kesal mendapati kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang
baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa dia memang pilihan terbaik yang Alloh
pilihkan.
Ketika keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan
untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda
menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia
harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi
jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan
Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda,
kontribusi motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
Terjadinya sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti
semuanya menjadi serba cocok, serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah
begitu adanya, ada baiknya kita perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan
aku bukan dia, aku adalah aku begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia
dan dia bagian dari aku. Karena aku Mencintainya, jadi aku harus bisa
memakluminya dan berusaha untuk terus bersikap baik, lebih baik darinya hingga
sikapku bisa menjadi contoh kebaikan untuknya."
C. Penyesuaian dan
Pertumbuhan dalam Perkawinan
Kehidupan perkawinan tidak selalu statis, tetapi adalah
suatu masa dalam hidup dimana pertumbuhan dan perkembangan perkawinan itu
sendiri terjadi melalui suatu proses, pengalaman-pengalaman serta penyesuaian
perkawinan. Ketidakmampuan suami atau istri untuk segera menyesuaikan diri
dalam perkawinan dapat mengakibatkan hancurnya rumah tangga, yang diakhiri
dengan perceraian. Menurut Goleman ( 1997: 58-59) kecerdasan emosional berperan
dalam kesuksesan hidup perkawinan seseorang. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan
individu untuk dapat mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, berempati pada oranglain, serta membina hubungan yang baik dengan
oranglain. Berdasarkan asumsi bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
penyesuaian diri dalam perkawinan, maka dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan
penyesuaian diri dalam perkawinan pada suami dan istri usia dewasa awal. Subjek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah laki-laki (n=44) dan perempuan
(n=44) yang terlibat dalam kebaktian Dewasa Muda Bethany Manyar Surabaya yang
sudah menikah, berusia antara 18-40 tahun, usia perkawinan antara 0-10 tahun,
dan pendidikan minimal SMA. Seluruh populasi yang ada diambil sebagai subjek
penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket, dan data yang
diperoleh dianalisis dengan korelasi product moment dari Pearson. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan
emosional dengan penyesuaian diri dalam perkawinan pada suami, rxy = 0,658, p =
0,000 (p<0,05) dan juga pada istri, rxy = 0,491 dengan p = 0,001
(p<0,05). Hal tersebut berarti makin tinggi kecerdasan emosional yang
dimiliki oleh subjek, makin tinggi penyesuaian dirinya dalam perkawinan dan
sebaliknya, makin rendah kecerdasan emosional yang dimiliki oleh subjek, maka
penyesuaian dirinya dalam perkawinan makin rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Goleman ( 1997: 203-204) apabila pasangan suami istri yang memiliki
kecerdasan emosional tinggi, maka ketika terjadi konflik pasangan suami istri
tersebut berusaha untuk menyelesaikan bersama kemudian mencari jalan keluarnya,
tidak berusaha untuk mengkritik pasangannya apalagi sampai menghina kelemahan
dari pasangannya, selalu berusaha menghargai dan memahami pasangannya, tidak
berusaha untuk saling menyakiti perasaan masing-masing dan menjalin hubungan
yang hangat baik terhadap pasangan maupun terhadap anggota keluarga yang lain.
Situasi ini rupanya yang pada akhirnya membantu proses penyesuaian diri dalam
perkawinan
D. Perceraian dan
Pernikahan Kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng
cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui
masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang
membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua
kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin
mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya
dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama
menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
E. Alternatif
Selain Pernikahan
Mengapa ada pernikahan?...karena kita ingin terikat dengan
individu lain agar hidup kita lebih dalam dan bermakna daripada cara hidup
independen dan bebas yang pernah kita jalani. Namun ada juga beberapa orang
yang memutuskan untuk tidak memiliki pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa
ketika kehidupan itu kita jalani dengan pasangan akan terasa sulit karena
menemukan berbagai persoalan yang nantinya kemungkinan bisa saja kita hadapi.
Akan tetapi hakikatnya menikah itu adalah ibadah. Hidup akan lebih indah
melalui segala bentuk kehidupan bersama pasangan. Seseorang yang memutuskan untuk
sendiri (single life) bisa saja disebabkan karena traumatik tersendiri yang
pernah mereka rasakan sehingga membuatnya untuk tidak berani lagi memulai hidup
secara bersama. Pengalaman memang berperan penting dalam kelangsungan hidup
seseorang. Ia bisa mengubahnya menjadi lebih kuat namun tidak sedikit yang
lemah karenanya. Membuat seseorang takut memulai, namun juga menimbulkan arti
yang mendalam.
3. Pekerjaan dan Waktu Luang
Ketika berbicara tentang memilih pekerjaan yang cocok, mungkin
setiap orang akan memikirkan hal yang idealis dalam keinginan akan pekerjaannya
nanti. Seperti gaji yang sangat memadai, fasilitas pekerjaan yang mewah,
penghargaan dari atasan dan lain-lain.
Namun dapat dikatakan bahwa setiap orang yang baru akan
memasuki dunia kerja sadar akan satu hal, bahwa mereka harus mencari kemampuan
yang dibutuhkan oleh pencari kerja. Suatu kemampuan dasar yang bisa saja
bersifat universal atau setiap pekerjaan dapat membutuhkannya.
Secara garis besar karakteristik pribadi saya adalah orang
yang santai, serius dan memperhatikan hal detail juga menjunjung tinggi
estetika. Jika digabungkan dalam hal memilih pekerjaan maka sebenarnya saya
lebih suka berada di luar ruangan. Jika berada dalam ruangan saya lebih suka
pada pekerjaan yang membutuhkan banyak imajinasi dalam keutamaannya.
Waktu Luang Yang Positif
Saya banyak mempunyai teman-teman yang kreatif dan otodidak
dalam bermusik dan editing video. Ketika saya bersama mereka saya senang
mengikuti kegiatan dan aktivitas yang mereka lakukan, dan saya ikut terjerumus
dalam hal tersebut. Saya merasa menjadi bagian dalam kegiatan mereka. Menuangkan
ide secara bersama dan membuatnya terlihat lebih indah ketika sudah selesai.
Berbeda ketika saya sendirian, saya lebih banyak
menghabiskan waktu luang dengan mendengarkan musik atau membaca novel atau pun
buku yang berada di kamar saya.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar